Uang Dan Bank
“ Uang belum pernah dan tidak akan membuat
seseorang bahagia. Semakin banyak uang
yang dimiliki
seseorang, semakin banyak lagi yang ia
inginkan. Alih-alih mengisi
kekosongan, uang malah menciptakan kekosongan”
Benyamin Franklin dalam (Conway, 2009:69)
8.1. Sejarah dan Evolusi
Uang
8.1.1. Sejarah Uang
Ribuan tahun yang lalu, peradaban manusia masih
terkebelakang dan cenderung melakukan transaksi barang dan jasa secara lansung
tanpa melibatkan uang, transaksi seperti ini dinamakan sistem barter. Sistem
ini membutuhkan syarat keinginan yang selaras di antara dua pihak pada saat
yang bersamaan. Syarat ini sangat sulit ditemukan/diwujudkan, akibatnya
perekonomian tidak efisien. Untuk alasan itu, maka penggunaan uang sebagai
sarana transaksi sangat penting.
Jika kita ingin menelusuri sejarah uang, maka
kita harus kembali ke 5.000 tahun yang lalu di mana Irak moderen berdiri, pada
saat itu masyarakatnya telah mengenal shekel sebagai mata uang koin, shekel
bukan seperti uang yang kita kenal sekarang. Shekel melambangkan jumlah
tertentu dari barley yang ekuivalen dengan emas dan perak (Conway, 2009:68).
Lebih lanjut Conway menyatakan bahwa
mata uang Inggris dinamakan pound karena pada awalnya ekuivalen dengan satu pon
perak. Yunani dan Romawi kuno juga menggunakan koin emas dan perak sebagai mata
uang. Kata Latin denarius akhirnya melahirkan dinar di berbagai negara,
termasuk di Yordania dan Algeria. Kata denarius juga memberikan kita kata uang
dalam bahasa Spanyol dan Portugis – dinero dan dinheiro. Uang kertas pertama
diterbitkan di Cina pada abad ke-7, sementara, gagasan uang kertas diadopsi di
Eropa pada tahun 1861.
8.1.2.
Evolusi Uang
Sejarah perkembangan uang yang mengikuti atau sejalan dengan perkembangan
peradaban manusia. Jika peradaban manusia semakin moderen, maka bentuk uangnya
juga semakin berkembang/maju (Manurung dan Rahardja, 2004:4). Secara garis
besar sejarah perkembangan ekonomi dapat dibagi kedalam 3 (tiga) tahap,
yaitu: (1). Masa Pra-Barter, (2). Masa barter dan (3). Masa perekonomian uang.
o
Masa Pra-Barter
Hubbard (2005:12) menyatakan bahwa pada tahap awal
pembangunan atau masa pra-barter masyarakat
belum mengenal pertukaran karena setiap orang berusaha memenuhi kebutuhannya
dengan usaha sendiri. Pada masa ini
manusia memenuhi kebutuhannya secara mandiri (self-sufficient).
Artinya, jika manusia lapar maka ia
harus berburu, bertani berpindah-pindah, mencari ikan di laut atau di sungai, membuat
pakaian sendiri dari bahan-bahan yang sederhana, mencari buah-buahan untuk
konsumsi sendiri dan sebagainya.
o
Masa Barter
Ketika populasi manusia semakin bertambah dan peradabannya semakin maju,
maka kegiatan interaksi antar sesama manusia juga semakin berkembang. Kebutuhan
manusia juga semakin meningkat, baik dari aspek kuantitas maupun kualitas.
Masing-masing individu tidak mampu lagi memenuhi kebutuhannya sendiri, antara
individu yang satu dengan yang lainnya sudah saling membutuhkan, karena tidak ada
lagi individu yang dapat memenuhi kebutuhannya secara mandiri. Hal ini terutama
disebabkan oleh keterbatasan waktu maupun keahlian yang mereka miliki. Untuk
alasan itu manusia mencari jalan keluar yakni melakukan pertukaran barang dan
jasa secara langsung yang disebut barter.
Hubbard, (2005:13) menyatakan ”individuals can exchane goods and services
by trading output directly with other. This type of exchane is called barter” .
Transaksi atau pertukaran secara barter mengandung beberapa
kelemahan/kekurangan, salah satu diantaranya adalah syarat yang sangat berat yaitu adanya keinginan yang saling bertemu atau
”kehendak yang selaras (a double
coincedence of wants: two individual
must simultaneously be willing and able to make a trade). Syarat ini yang menyebabkan proses transaksi antar pelaku ekonomi (rodusen dan
konsumen) relatif sulit, terbatas dan sekaligus merepotkan (Vanhoose and Miller, 2007:6) dan (Cham and Freeman, 2004:34)
Syarat kehendak yang selaras semakin sulit terpenuhi ketika kebutuhan
manusia semakin beragam dan
dinamis, baik jumlah maupun kualitas. Contoh Mr. X memiliki jagung yang sedang membutuhkan ikan/sayur. Tapi
pada saat yang sama pemilik ikan/sayur, yaitu Mr.Y tidak
membutuhkan jagung melainkan membutuhkan pakaian/baju. Akibatnya, syarat
terjadinya transaksi secara barter antara Mr. X dan Mr. Y tidak
terpenuhi. Jika hal ini terjadi, maka kegiatan ekonomi masyarakat akan
terganggu atau macet. Untuk alasan itu, maka diperlukan suatu “benda” yang berfungsi alat tukar yang diterima oleh semua pihak, alat tukar yang dimaksud dinamakan Uang.
o
Masa Perekonomian Uang
Perkembangan uang dalam perekonomian terus
berkembang baik dilihat dari dari bentuk maupun fungsinya. Perkembangan tersebut mencerminkan
tingkat kemajuan ekonomi dan perkembangan teknologi, sehingga uang yang dibuat
menjadi semakin baik dan sempurna. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa jika kita ingin menelusuri sejarah
uang, maka kita harus kembali ke 5.000 tahun yang lalu di mana Irak moderen
berdiri dan pada masa itu masyarakatnya
telah mengenal shekel. Meskipun shekel merupakan bentuk mata uang pertama,
shekel bukan seperti uang yang kita kenal sekarang. Shekel melambangkan jumlah
tertentu dari barley yang ekuivalen dengan emas dan perak. Dalam perkembangan
selanjutnya shekel menjadi mata uang koin (Conway, 2009:68). Uang kertas
pertama diterbitkan di Cina pada abad ke-7.
Uang merupakan alternatif alat
tukar yang lebih mudah dibandingkan dengan sistem barter
yang lebih kompleks, tidak efisien dan kurang cocok digunakan dalam sistem
ekonomi modern karena membutuhkan adanya syarat yang sangat berat, yaitu a double coincedence of wants: two
individual must simultaneously be willing and able to make a trade. Syarat ini sangat sulit ditemukan/dicapai untuk
melakukan pertukaran. Disamping itu, juga sulit dalam penentuan nilai. Untuk
alasan itu, keberadaan dan penggunaan uang akan mendorong perdagangan dan
pembagian tenaga kerja yang efisiensi yang pada gilirannya akan meningkatkan
produktivitas dan kemakmuran
masyarakat (http://id.wikipedia.org/wiki/Uang).
8.2. Definisi dan Fungsi Uang
8.2.1. Definisi
Uang
Uang didefinisikan
” ...money... any good that people generally accepted in exchange good and
services.”. Uang adalah sesuatu (benda) yang diterima
secara umum dalam proses pertukaran barang dan jasa. Alat tukar yang dimaksud dapat berupa benda apa
saja yang dapat diterima oleh setiap orang di dalam transaksi barang dan jasa. Dari
definisi tersebut, ada 2
(dua) unsur penting yang
perlu mendapat perhatian,
yaitu sesuatu benda dan diterima secara umum. Dengan begitu dapat dipahami bahwa uang digunakan
untuk memperlancar transaksi dalam perekonomian.
Definisi lain uang adalah sebagai sesuatu yang
tersedia dan secara umum diterima sebagai alat pembayaran bagi pembelian
barang-barang dan jasa-jasa serta kekayaan berharga lainnya serta untuk
pembayaran utang.
Beberapa ahli juga menyatakan bahwa fungsi uang lainnya adalah sebagai alat
penunda pembayaran.
Thomas (1997:18) menyatakan uang adalah sesuatu benda yang secara umum
diterima sebagai alat pembayaran untuk barang dan jasa atau untuk memenuhi
kewajiban terhadap uang”. Syarat utama agar sebuah benda dapat digunakan
sebagai uang adalah benda tersebut diterima secara umum. Uang bisa saja berbentuk segala sesuatu (benda) sepanjang benda itu diterima oleh masyarakat, tapi tidak berarti bahwa
segala sesuatu merupakan uang. Misalnya ada uang kertas rupiah yang digunakan
sebagai alat pembayaran transaksi oleh masyarakat Indonesia, tapi tidak semua
kertas merupakan uang. Kesediaan masyarakat untuk menerima benda tertentu
sebagai alat pembayaran tergantung pada kepercayaan masyarakat bahwa benda yang dimaksud
akan dapat mempertahankan nilai atau daya belinya dan akan terus diterima
(Puspopranoto,2004:24).
Definisi uang tersebut di atas sejalan dengan
definisi yang dikemukakan beberapa ekonom, antara lain: VanHoose and
Miller, 2007:4)
mendefinisikan uang sebagai” any item that people are genarally willing
to accept in exhange for goods, services and financial assets such as stocks or
bonds”.
Hubbard (2005:7) menyatakan
“money is anything that people are willing to
accept in payment for goods and services or to pay off debts. Mishkin (2004:44) mendefiniskan uang ” money (also referred to as money supply) as
anything that is genrally accepted in payment for goods and services or in the
repayment of debts”.
Definisi uang tersebut di
atas mengandung pengertian
ekonomi, hukum dan politik. Jika definsi uang ditinjau dari aspek/atau pengertian ekonomi maka uang
merupakan barang ekonomi dan barang langka. Jika definisi uang dilihat dari
sudut pandang ilmu hukum, maka uang adalah alat pembayaran yang sah. Jika penggunaan sesuatu benda yang dikuatkan dengan
berdasarkan hukum atau undang-undang, maka pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang akan dikenakan sanksi hukum.
Misalnya adanya pemalsuan uang atau penggunaan alat tukar yang tidak syah
sesuai dengan undang-undang akan dikenai sanksi hukum.
Jika definisi uang ditinjau dari aspek politik, maka uang merupakan sesuatu yang diterima secara politik atau menunjukkan adanya penerimaan secara politik. Mata uang yang diakui oleh masyarakat dunia menunjukkan bahwa mata uang
negara tersebut diterima secara ekonomi, hukum dan politik yang tidak bisa dipisahkan antara satu dengan yang lain sebagai satu
kesatuan yang utuh.
Uang dipilih atau terbuat dari benda-benda yang diterima oleh semua lapisan masyarakat (generally accepted), relatif paling berharga, dianggap indah,
bernilai pada zamannya (sukar diperoleh atau memiliki nilai magis dan mistik) atau benda-benda
yang merupakan kebutuhan primer sehari-hari, misalnya orang Romawi menggunakan garam sebagai
alat tukar maupun alat pembayaran upah. Pengaruh orang Kerajaan Romawi tersebut masih
terlihat sampai sekarang, khususnya
bagi orang Inggris yang menyebut kata upah dengan istilah salary, kata ini berasal dari bahasa Latin yaitu salarium
yang berarti garam. Dalam
perkembangan lebih lanjut, sebelum manusia menciptakan uang logam, alat tukar yang digunakan adalah kerang.
8.2.2. Fungsi Uang
Pertanyaan yang
sering mengemuka mengapa masyarakat butuh uang?. Para ekonom sepakat bahwa
masyarakat butuh akan uang karena ia (uang) memiliki fungsi sebagai perantara
untuk pertukaran/transaksi barang dengan barang lain. Disamping itu, dengan
menggunakan uang, maka kita dapat menghindari perdagangan dengan cara barter.
Secara lebih rinci, fungsi uang dibedakan menjadi dua, yaitu fungsi asli dan
fungsi turunan.
Fungsi asli (utama) uang ada 3 (tiga),
yaitu sebagai alat tukar, sebagai satuan hitung, dan sebagai penyimpan nilai. Para ekonom, antara
lain Hubbard (2005:14) dan Vanhoose and Miller (2007:6) serta Mishkin (2004:45) sepakat
bahwa uang memiliki fungsi utama, dengan fungsi tersebut membuat perekonomian
menjadi lebih efisien. Fungsi yang dimaksud adalah
sebagai berikut:
1.
Sebagai alat tukar (a medium of exchange).
Cham and Freeman (2004:3)
menyatakan bahwa “they want
money because money helps them get the things they want to consume. In this
way, money is a medium of exchange –something acquired to make it easier
to trade for the goods whose consumption is desired”. Artinya mereka
membutuhkan uang, karena dengan uang transaksi barang dan jasa akan menjadi lancar.
Dengan adanya uang, maka masyarakat terhindar dari sistem barter atau pertukaran secara langsung, karena barter merupakan kegiatan
yang sangat memerlukan biaya besar dan sangat rumit karena memerlukan syarat a double coincidence of wants. Karena syarat tersebut sangat rumit, maka penggunaan uang menjadi sangat penting dan utama.
2.
Sebagai Satuan Hitung (unit of account).
Melalui fungsi ini, uang dapat digunakan untuk menghitung nilai berbagai macam barang/jasa
yang diperjualbelikan dan menunjukkan
besarnya kekayaan serta untuk mengkalkulasi
besar kecilnya pinjaman/kredit suatu unit usaha (bisnis).
Uang juga dipakai untuk menentukan harga barang/jasa atau alat
penunjuk harga. Di samping itu, dengan fungsi ini
memungkinkan bagi seseorang untuk membandingkan nilai dari dua barang yang
berbeda. Misalnya si Ali memiliki motor dengan merek Honda seharga
Rp 12.000.000 dan si Agus memiliki motor dengan merek Suzuki dengan harga Rp 3.000.000. Dengan
fungsi uang sebagai satuan hitung maka kita dapat menyimpulkan bahwa nilai
motor si Ali adalah 4 (empat) kali lebih besar dibandingkan motor si Agus.
3.
Sebagai Penyimpan Nilai (store of value).
Melalui fungsi ini, maka seseorang dapat mengalihkan
daya belinya dari masa sekarang ke masa
mendatang. Jika
seorang produsen menjual barangnya, maka dia menerima sejumlah uang sebagai pembayaran atas barang dan
jasa yang dijualnya. Penerimaan uang
tersebut dapat disimpan
untuk digunakan membeli barang dan jasa di masa mendatang. Uang merupakan kekayaan yang paling disukaimasyarakat karena kemampuannya untuk ditukar dengan sesuatu secara lebih
mudah (relatif likwid). Namun, perlu diperhatikan bahwa menyimpan kekayaan dalam
bentuk uang memiliki kelemahan yaitu
kesempatan yang hilang karena kita memegang uang tunai (opportunity cost of holding money).
Fungsi
uang lainnya disebut fungsi
turunan meliputi uang sebagai
standar pembayaran yang ditunda, sebagai alat pembayaran utang, sebagai alat
penimbun kekayaan (modal) dan sebagai alat untuk meningkatkan status sosial
serta sebagai komoditas yang diperdagangkan di pasar valuta asing (Solikin dan Suseno, 2002: 41).
Dalam konteks perekonomian makro, jumlah uang yang ada dalam masyarakat (jumlah uang beredar) perlu
dikendalikan/dikontrol, karena pengalaman menunjukkan bahwa jumlah uang beredar yang tidak terkendali
berpengaruh buruk bagi perekonomian secara keseluruhan yang terlihat pada
kurang terkendalinya perkembangan variabel-variabel ekonomi utama, yaitu
tingkat produksi (output) dan
inflasi. Peningkatan jumlah uang beredar yang berlebihan dapat mendorong
peningkatan harga melebihi tingkat yang diharapkan sehingga dalam jangka
panjang dapat mendistorsi pertumbuhan ekonomi dan memunculkan permasalahan
sosial lainnya. Sebaliknya, peningkatan jumlah uang beredar sangat rendah, maka
kelesuan ekonomi akan terjadi yang apabila berlangsung dalan jangka panjang
maka kemakmuran masyarakat secara keseluruhan akan mengalami penurunan (Warjiyo
dan Solikin, 2003: 4).
Kondisi tersebut di atas melatarbelakangi mengenai perlunya upaya-upaya bank sentral atau otoritas moneter suatu negara untuk
mengendalikan jumlah uang beredar dalam perekonomian. Sejatinya, pengendalian
jumlah uang beredar merupakan salah satu bagian dari kebijakan moneter yang
dilaksanakan oleh otoritas moneter yang
ditujukan untuk menjaga kestabilan nilai uang dan mendorong kegiatan
ekonomi (Solikin dan Suseno, 2002:53).
8.3.Jenis- Jenis
Uang
Uang dapat dikelompokkan dalam berbagai jenis
(Conway, (2009:67), antara lain:
1.
Berdasar Bahan Baku
Jika dilihat dari jenis bahan baku
pembuatannya, maka jenis uang dapat dibagi menjadi 2 (dua) bagian, yaitu:
a.
Uang Logam.
uang jenis ini terbuat dari logam (emas dan perak), kedua jenis logam
tersebut memiliki beberapa kelebihan, antara lain nilainya yang cenderung
tinggi dan stabil, bentuknya mudah dikenali, sifatnya yang tidak mudah hancur,
tahan lama, dan dapat dibagi menjadi satuan yang lebih kecil tanpa mengurangi
nilai. Uang logam memiliki 3 (tiga) macam nilai, yaitu:
ü Nilai
intrinsik, yaitu nilai/harga
bahan baku yang digunakan untuk
membuat/mencetak mata uang,
misalnya berapa nilai/harga
emas dan perak yang digunakan sebagai
bahan baku untuk mencetak mata uang.
ü Nilai
nominal, yaitu nilai yang tercantum pada mata uang atau nilai yang tertulis pada mata uang. Misalnya
Rp 1.000 (seribu rupiah) atau Rp 10.000 (sepuluh ribu rupiah).
ü Nilai
tukar atau kurs mata uang adalah
daya beli uang atau kemampuan mata uang domestik untuk
ditukarkan dengan mata uang negara
lain, misalnya uang Indonesia
(IDR) sebanyak Rp 10.000 ditukar dengan US$ 1. Artinya, jika orang
Indonesia ingin mendapatkan US$ 1, maka ia harus menyerahkan rupiah sebanyak Rp
10.000, hal ini juga berarti bahwa US$ 1 = Rp 10.000.
b.
Uang Kertas.
Menurut penjelasan UU No. 3/2004
Tentang Bank Indonesia bahwa yang dimaksud dengan uang kertas adalah uang dalam
bentuk lembaran yang terbuat dari bahan kertas atau bahan lainnya (yang
menyerupai kertas).
2.
Berdasarkan Nilai Uang
Jika pengelompokkan uang berdasarkan nilainya, maka dapat dibedakan
dalam 2 (dua) jenis:
a.
Uang bernilai penuh (full bodied money). Uang dikatakan
bernilai penuh apabila nilai yang tertera di atas uang tersebut sama nilainya
dengan nilai/harga bahan yang digunakan atau nilai nominal yang tercantum sama
dengan nilai intrinsik yang terkandung dalam uang tersebut. Misalnya, jika uang
itu terbuat dari emas, maka nilai uang itu sama dengan nilai emas yang
dikandungnya.
b.
Uang tanda (token money)
adalah apabila nilai yang tertera di atas uang lebih tinggi dari nilai bahan
yang digunakan untuk membuat uang atau dengan kata lain nilai nominal lebih
besar dari nilai intrinsik uang tersebut. Misalnya, untuk membuat uang Rp
10.000 (sepuluh ribu rupiah) Bank Indonesia mengeluarkan biaya Rp 8.000
(delapan ribu rupiah).
3.
Berdasarkan Lembaga Penerbit
Jenis
uang berdasarkan lembaga atau institusi yang menerbitkan atau mengeluarkan
uang. Jenis uang yang diterbitkan berdasarkan lembaga terdiri dari:
a. Uang
Kartal merupakan uang diterbitkan oleh bank sentral suatu negara. Uang jenis
ini merupakan alat bayar yang sah dan wajib digunakan oleh masyarakat
dalam melakukan transaksi jual-beli sehari-hari.
Uang kartal terdiri atas uang kertas dan uang logam yang berlaku, tidak
termasuk uang kas pada KPKN dan bank umum.
b. Uang giral merupakan uang yang diterbitkan oleh bank umum (bank
komersial). Uang giral terdiri atas rekening giro, kiriman uang, simpanan
berjangka dan tabungan dalam rupiah yang sudah jatuh waktu, yang seluruhnya
merupakan simpanan penduduk dalam rupiah pada sistem moneter.
4.
Berdasarkan Kawasan
Jenis uang berdasarkan
kawasan adalah sebagai berikut:
a.
Uang Lokal, merupakan mata uang
yang berlaku di suatu negara tertentu, misalnya rupiah di Indonesia dan ringgit
di Malaysia
b.
Uang Regional, merupakal mata uang
yang berlaku di suatu kawasan tertentu, misalnya Euro yang berlaku di kawasan
Eropa
c.
Uang Internasional, merupakan mata
uang yang berlaku antar negara, misalnya dolar Amerika Serikat dan Euro merupakan
mata uang internasional karena menjadi standar pembayaran internasional
8.4. Teori Nilai Uang.
Teori nilai uang dapat dibagi menjadi 2 (dua)
kelompok, yaitu: Teori Uang Statis dan Teori Uang Dinamis. Teori Nilai Uang
Statis atau biasa juga disebut Teori Kualitatif Statis fokus pada usaha menjawab
pertanyaan apakah sebenarnya uang?, dan mengapa uang memiliki harga?, dan
pertanyaan yang berkaitan dengan jumlah uang beredar. Teori ini tidak
mempersoalkan nilai uang yang diakibatkan oleh perkembangan ekonomi.
A. Teori Uang Statis, terdiri dari:
1. Teori Metalisme, teori ini menjelaskan
bahwa uang bersifat seperti barang, nilainya tidak dibuat-buat, melainkan sama
dengan nilai bahan baku yang digunakan untuk membuat uang, misalnya uang emas
dan perak.
2. Teori konvensi, teori ini menjelaskan
bahwa uang diciptakan atas dasar pemufakatan (konvensi) masyarakat untuk
memperlancar pertukaran barang dan jasa dalam perekonomian.
3. Teori Nominalisme, teori ini menjelaskan
bahwa uang diterima oleh masyarakat karena uang memiliki daya beli.
4.
Teori Negara, teori ini
menjelaskan bahwa asal mula uang karena suatu negara menetapkan suatu benda
yang diberlakukan sebagai alat tukar dan alat bayar. Artinya, uang memiliki
nilai karena adanya kepastian hukum dari negara berupa undang-undang mata uang.
B. Teori Nilai Uang Dinamis, kelompok teori ini menjelaskan sebab-sebab terjadinya perubahan nilai uang. Kelompok
teori ini meliputi:
1.
Teori Kuantitas (David Ricardo).
Teori ini dikembangkan oleh David Ricardo yang menjelaskan
bahwa kuat atau lemahnya nilai mata uang tergantung pada jumlah uang beredar (money supply). Misalnya, jika jumlah
uang beredar meningkat 2%, maka nilai uang akan menurun sebesar 2%, demikian
pula jia terjadi sebaliknya. Dari teori ini dapat dijelaskan bahwa terdapat
hubungan langsung antara perubahan jumlah uang beredar dengan kenaikan
harga-harga (inflasi).
2.
Teori Kuantitas Uang (Irving Fisher).
Teori Kuantitas Uang yang dikembangkan Irving Fisher merupakan
pengembangan dari Teori Kuantitas yang disusun oleh David Ricardo), teori ini disempurnakan
oleh Irving Fisher dengan memasukan unsur kecepatan peredaran uang, barang dan
jasa sebagai faktor yang mempengaruhi nilai uang. Teori ini menjelaskan menjelaskan
hubungan antara jumlah uang beredar dan perubahan bilai uang (inflasi). Teori ini merupakan teori dasar kajian
mekanisme transmisi kebijakan moneter
khususnya mekanisme transmisi moneter jalur uang (monetarist channel). Teori ini berpandangan bahwa mekanisme
transmisi kebijakan moneter bersifat langsung, jumlah uang beredar dan
pertumbuhannya merupakan penyebab utama inflasi (Marshall and Swanson, 1980:370). Teori Fisher mengacu pada persamaan
pertukaran (equation of exchange)
yang dirumuskan sebagai:
MV = PT....................................................................................... (8.1)
Keterangan:
MV adalah jumlah uang beredar dikalikan dengan
tingkat velositas sama dengan jumlah output
atau transaksi ekonomi (T) dikali dengan tingkat harga umum (P).
Persamaan (8.1) menunjukkan bahwa dalam jangka
pendek pertumbuhan jumlah uang beredar
hanya akan mempengaruhi perkembangan output
riil. Tetapi dalam jangka menengah dan panjang pertumbuhan uang beredar akan
mendorong kenaikan harga (inflasi) yang selanjutnya menyebabkan penurunan output riil. Menurut teori ini bahwa dalam keseimbangan, jumlah uang
beredar yang digunakan dalam seluruh kegiatan transaksi ekonomi sama dengan
jumlah output nominal dihitung dengan
harga berlaku yang ditransaksikan dalam perekonomian.
8.5. Peranan Uang
Uang merupakan inovasi besar dalam peradaban manusia dan posisi uang sangat
strategis dalam suatu sistem ekonomi serta sulit digantikan
variabel lainnya (Nasution dkk, 2007:239). Dalam kaitan
ini, Hubbard (2005:12) menyatakan ” money
is an integral part of all modern economies”. Uang merupakan bagian
integral dari suatu sistem ekonomi. Dengan uang, maka perekonomian dapat beroperasi secara lebih efisien dan meningkatkan standar
hidup masyarakat.
Dari
penjelasan tersebut, dapat disimpulkan uang merupakan unsur yang tidak terpisahkan
dalam sistem perekonomian modern, kehadirannya sedemikian melembaga dalam
masyarakat, hampir tidak ada satupun bagian dari kehidupan ekonomi masyarakat yang tidak terkait dengan
keberadaan uang. Judisseno (2005:2) menyatakan tidak ada satupun peradaban di dunia ini yang tidak
mengenal dan menggunakan uang. Kalaupun ada, maka perekonomian dalam peradaban
tersebut pasti stagnan dan tidak berkembang.
Indrawati (1988:1) menyatakan bahwa sadar
atau tidak semua kegiatan masyarakat dipengaruhi, diukur dan banyak ditentukan
oleh uang. Artinya, semua kegiatan perekonomian
modern, misalnya produksi, investasi, perdagangan/distribusi dan konsumsi
selalu melibatkan uang. Dalam masyarakat yang semakin
hedonis/materialis, yakni masyarakat yang mendewa-dewakan uang menyatakan bahwa ”uang adalah
segalanya”. Bahkan. Di
masyarakat kita sering terdengar ungkapan atau pepatah yang mengatakan ” ada uang abang sayang, tidak
ada uang abang ditendang”. Pepatah ini menunjukkan betapa besar peranan dan
kekuatan uang dalam mengatur dan mengendalikan manusia.
Manusia yang tidak kuat
imannya bisa berubah atau
silau karena pengaruh uang.
Kelompok ekonom lainnya menyatakan uang bagaikan darah yang
mengalir dalam tubuh manusia, tanpa darah manusia akan ”mati”. Artinya,
kekurangan uang bagaikan kekurangan darah yang mengakibatkan gairah hidup
menurun dan lemah, lesuh serta letih yang pada gilirannya manusia akan
sakit-sakitan, bahkan bisa menemui ajalnya (mati). Sebaliknya, dengan
meningkatnya jumlah uang dalam masyarakat (pendapatan masayarakat meningkat)
akan mendorong meningkatnya gairah masyarakat dalam kegiatan konsumsi
dan produksi serta investasi yang pada akhirnya akan mendorong kenaikan
pendapatan perkapita dan kemakmuran masyarakat pada umumnya.
Pertanyaan yang sering mengemuka adalah apa
peranan uang dalam
perekonomian?. Jawaban
terhadap pertanyaan tersebut dapat diketahui pada uraian berikut:
1.
Uang Memiliki Peran Penting Dalam
Perekonomian Moderen.
Dalam perekonomian moderen, aktivitas
ekonomi masyarakat relatif beragam dengan nilai yang sangat besar serta
bersifat lintas negara, oleh
karena itu uang menjadi alat
ukur bagi perkembangan ekonomi suatu masyarakat maupun perekonomian suatu
negara. Fenomena tersebut di atas merupakan sesuatu yang
bersifat alami karena semua kegiatan perekonomian modern, misalnya kegiatan
produksi, investasi dan konsumsi selalu melibatkan uang. Di samping itu, uang
tidak hanya digunakan untuk mempermudah transaksi perdagangan, tapi sekarang
ini uang menjadi “komoditas” yang diperdagangkan di pasar uang (Solikin dan Suseno, 2002: 41).
Akibatnya, jumlah uang beredar menjadi semakin meningkat dan relatif sulit diprediksi.
2.
Jumlah Uang Beredar Merupakan Variabel
Kebijakan Moneter.
Perkembangan atau
perubahan jumlah uang beredar (money
supply) memengaruhi perekonomian karena dengan meningkatnya jumlah
uang beredar dapat meningkatkan permintaan barang dan jasa yang pada akhirnya
akan memberikan tekanan terhadap kenaikan harga-harga (inflasi). Secara empiris, jumlah uang beredar yang
tidak terkendali berpengaruh buruk terhadap perekonomian secara keseluruhan
yang terlihat pada kurang terkendalinya perkembangan variabel-variabel ekonomi
utama, khususnya tingkat produksi dan inflasi.
Peningkatan jumlah uang beredar yang berlebihan dapat mendorong peningkatan
harga melebihi tingkat yang diharapkan sehingga dalam jangka panjang dapat
mendistorsi pertumbuhan ekonomi dan memunculkan permasalahan sosial lainnya.
Sebaliknya, peningkatan jumlah uang beredar sangat rendah, maka kelesuan
ekonomi akan terjadi yang apabila berlangsung dalam jangka panjang maka
kemakmuran masyarakat secara keseluruhan akan mengalami penurunan (Warjiyo dan
Solikin, 2003: 4). Oleh karena itu pengendalian jumlah uang beredar mempunyai
arti penting bagi perekonomian. Pengendalian jumlah uang beredar merupakan
salah satu bagian dari kebijakan moneter yang dilaksanakan oleh otoritas
moneter yang ditujukan untuk menjaga
stabilitas moneter (stabilitas rupiah baik nilai internal maupun nilai
eksternal) dan mendorong kegiatan ekonomi.
8.6. Bank
8.6.1. Pendahuluan
Bagi masyarakat moderen industri
perbankan memegang peranan penting, karena perbankan memiliki fungsi sebagai
intermediasi yang menghubungkan antara pihak yang memiliki kelebihan dana
(deposan) dengan pihak yang membutuhkan dana (debitur). Disamping itu, seiring
dengan kemajuan Teknologi Informasi (TI), perbankan juga menyediakan berbagai
jasa keuangan lainnya yang memungkinkan terlaksananya transaksi bisnis secara
cepat, akurat dan efisien sehingga dapat mendukung kegiatan perekonomian. Untuk
alasan itu, tidak berlebihan untuk menyatakan bahwa tingkat kemajuan
perekonomian suatu negara dapat tercermin dari tingkat kemajuan industri
perbankan negara tersebut (Tampubolon, 2013). Gagasan intinya adalah bank
menghubungkan antara peminjam dengan pemberi pinjaman (Conway, 2009:130).
Bagi Indonesia, peranan
industri perbankan memegang peranan penting karena hingga sekarang industri
tersebut memiliki peranan dan kontribusi yang dominan di sektor keuangan.
Sekitar 90% aset sektor/industri keuangan di Indonesia dikuasai oleh industri
perbankan. Kegagalan suatu bank dapat menyebabkan krisis perbankan, krisis
sistem keuangan dan sistem perekonomian.Jika hal ini terjadi maka membutuhkan
biaya yang sangat mahal, terlebih lagi jika tersebut berubah menjadi krisis sosial
dan politik seperti yang terjadi di Indonesia pada pertengahan tahun 1997
hingga 1998.
8.6.2. Definisi Bank
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa
indusri perbankan merupakan bagian dari sektor atau industri keuangan. Untuk
alasan itu, maka sebelum menguraikan definisi bank, maka terlebih dikemukakan
definisi lembaga keuangan. Jika kita mengacu pada SK Menteri Keuangan Republik
Indonesia No. 792 Tahun 1990 maka definisi Lembaga Keuangan adalah semua
badan yang memiliki kegiatan
di bidang keuangan berupa penghimpunan dan penyaluran dana kepada masyarakat terutama untuk
membiayai investasi perusahaan.
Sebagaimana penjelasan sebelumnya bahwa
perbankan memiliki fungsi sebagai intermediasi yang menghubungkan antara pihak
yang memiliki kelebihan dana (deposan) dengan pihak yang membutuhkan dana
(debitur).
Umumnya bank didirikan dengan kewenangan
untuk menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan menerbitkan promes atau banknote.
Menurut UU No.10/1998 tentang Perbankan:
“Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat
dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak” .
Pasal 2 UU No.10/1998 Tentang Perbankan
mengatur mengenai azas perbankan yaitu .perbankan Indonesia dalam melakukan
usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip
kehati-hatian Sementara itu, Pasal
3 UU No.10/1998 Tentang Perbankan mengatur
mengenai fungsi perbankan yaitu sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat.
Sementara itu, Pasal 4 UU No. 10/1998 Tentang
Perbankan mengatur mengenai tujuan tujuan
perbankan di Indonesia yaitu:
“Perbankan
Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan
stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak”.
Perbankan
di Indonesia dikelompokkan dalam dua bentuk yaitu bank umum dan bank
perkreditan. Bank Umum adalah bank
yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan
prinsif syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalulintas
pembayaran. Sementara Bank Perkreditan Rakyat (BPR adalah bank
yg melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsif
syariah yang dalam kegiatannya tidak
memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran.
Tabel 8.1. Jenis Bank
Dan Kegiatannya
No
|
Jenis Bank
|
Kegiatan
|
1
|
Bank Umum
|
|
2
|
BPR
|
|
8.6.2.
Sumber Dana Bank
Sumber
dana perbankan berasal dari: (1). Dana dari dalam bank (Internal) dan (2) dana
yang bersumber dari luar bank (eksternal). Penjelasan mengenai hal ini terangkum
dalam Tabel 8.2.
Tabel 8.2. Sumber Dana Perbankan
No
|
Sumber Dana
|
Asal
|
Contoh
|
1
|
Internal
|
Bank yang bersangkutan
|
1. Modal
2. Cadangan
3. Keuntungan yg belum dibagikan
4. Penjualan saham, agio saham
|
2
|
Eksternal
|
Lembaga Keuangan
|
1. Call money
2. Pinjaman antar bank
3. BLBI
4. SBPU
5. Fasilitas Diskonto
|
Masyarakat
|
1. Tabungan
2. Deposito
3. Giro
4. Setoran Pinjaman
5. Transfer
|
Sejatinya fungsi bank adala fungsi
intermediasi yaitu fungsi yang menghubungkan antara pihak yang kelebihan dana
dengan pihak yang membutuhkan dana. Tapi dalam perkembangan lebih lanjut fungsi
bank berkembang sedemikian rupa, ada sejumlah jasa perbankan yang diberikan
untuk mendukung kelancaran menghimpun dan menyalurkan dana, baik yang
berhubungan langsung dengan kegiatan simpanan dan kredit maupun tidak langsung.
Berikut
ini diberikan beberapa contoh jasa perbankan lainnya:
1. Jasa pengiriman uang (transfer)
2. Penyimpanan dokumen
3. Jasa setoran, misalnya setoran listrik,
telepon, air dan uang kuliah
4. Jasa pembayaran, misalnya pembayaran gaji,
pensiun atau hadiah
5. Kliring
6. Penjualan mata uang asing
7. Jasa cek wisata
8. Kartu kredit
9. Jasa Letter
of Credit (L/C)
10. Bank garansi dan referensi bank
11. Phone
Banking
12. Remittance
13. Jasa pembayaran internasioal.
8.6.3. Risiko
Perbankan
Risiko
merupakan kata yang menakutkan bagi sebagian orang, respon pertama terhadap
kata tersebut adalah hindari risiko. Dalam kaitan ini Idroes (2011:5)
menyatakan tidak ada yang salah dengan
respon tersebut karena secara naluri manusia cenderung menginginkan hasil yang
lebih baik dan menghindari akibat yang buruk.
Apa
itu risiko bank? Risiko bank didefinisikan sebagai potensi terjadinya
suatu kejadian yang dapat menimbulkan kerugian bagi bank.
Perbankan merupakan industri yang sarat degan risiko,
terutama karena melibatkan pengelolaan uang masyarakat dan diputar dalam bentuk berbagai investasi (pemberian kredit, pembelian surat-surat berharga, penanaman dana lainnya).
Jika
risiko tidak dideteksi dan tidak dikelola sebagaimana mestinya, maka dapat
menimbulkan kerugian bagi bank. Untuk alasan itu bank harus mengerti dan
memahami risiko-risiko yang mungkin timbul dalam operasional bank. Manajemen
bank dan stakeholders lainnya harus mengetahui risiko-risiko yang mungkin
timbul dalam kegiatan usaha bank dan mengetahui bagaimana serta kapan suatu
risiko muncul, sehingga dapat diambil tindakan yang tepat (Idroes, 2011:22).
Lebih lanjut dikatakan bahwa risiko tidak selalu dihindari pada semua keadaan
naun semestinya dikelola secara baik tanpa harus mengurangi hasil yang ingin
dicapai.
Dari PBI No.5/8/PBI/2003 dan Idroes
(2011:22) serta Batunanggar (2013) dapat diidentifikasi bahwa ada 8 (delapan)
jenis risiko yang dihadapi oleh bank, antara lain:
1.
Risiko Kredit
Definisi:
Risiko kerugian karena pihak
peminjam (counterparty) tidak dapat dan atau tidak mau memenuhi kewajiban untuk
membayar kembali dana yang dipinjamnya secara penuh pada saat jatuh tempo atau
sesudahnya. Contoh:
risiko yang terjadi karena bank memberikan kredit pada bidang
usaha yang tidak dikuasai.
Pertanyaan yang patut diajukan
mengapa risiko kredit sangat penting untuk dimitigasi? Salah satu sumber risiko
terbesar dan risiko tersebut memiliki keterkaitan dengan risiko lainnya
Risiko kredit bersumber dari:
o
Kredit
o
Surat
berharga
o
Penempatan
dana
o
Transaksi
derivatif
o
Penyertaan
dana bank di perusahaan lain
o
Non-Cash
loan
R isiko kredit memiliki keterkaitan dengan risiko-risiko lainnya:
o
Dipengaruhi
oleh tiga risiko, yaitu risiko strategik, risiko operasional dan pasar
o
Memengaruhi
empat risiko, yaitu risiko likuiditas, risiko kepatuhan, risiko reputasi dan
risiko hukum
2.
Risiko Pasar
Definisi:
o Risiko
pasar adalah risiko kerugian pada posisi neraca dan rekening administratif
termasuk transaksi derivatif akibat perubahan pada kondisi pasar yang
berlawanan dengan posisi atau eksposur yang dimiliki bank.
o Risiko
pasar ditimbulkan oleh perubahan dari faktor pasar: suku bunga, nilai tukar,
harga ekuitas dan harga komoditas. Contoh risiko yang terjadi karena bank memiliki posisi dlm valuta asing yang besar dan tidak di “hedge” yang berpotensi menimbulkan kerugian
Risiko pasar
dapat bersumber dari posisi trading book
maupun banking book.
3.
Risiko Likuiditas
Definisi:
o
Risiko
ketidakmampuan bank untuk memenuhi kewajiban yang telah jatuh tempo dari sumber
pendanaan/asset likuid bank atau ketidakmampuan mencari sumber pendanaan lain
o
Contoh:
risiko yg terjadi karena “mismatch” dlm pengelolaan dana, sehingga bank tdk
mampu memenuhi kewajiban lancarnya pada waktu yang ditentukan
Ada dua sumber utama risiko
likuiditas yaitu sumber ekternal dan internal.
o
Sumber
Ekternal: tingkat kompetisi, volatilitas pasar pendanaan dan perubahan
undang-undang/ketentuan
o
Sumber
internal:
Ø Likuiditas Asset:
1.
Kas
2.
Penempatan
pada Bank Indonesia
3.
Penempatan
pada bank lain (antar bank)
4.
Tagihan
reserve revo
5.
SBI
kategori AFS atau trading
6.
Surat
berharga pemerintah
7.
Kredit
yang diberikan
Ø Likuiditas Kewajiban:
1.
Dana
Pihak Ketiga (Tabungan, Giro dan Deposito)
2.
Kewajiban
pada Bank Indonesia
3.
Kewajiban
pada bank lain
4.
Surat
berharga yang diterbitkan dan surat berharga pasar modal
5.
Pinjaman
diterima
6.
Modal
Ø Likuiditas Transaksi Rekening
Administratif
1.
Sumber
Dana: fasilitas pendanaan yang belum ditarik, pembelian instrumen derivatif dan
tagihan kontinjensi
2.
Penggunaan
Dana: kelonggaran tarik, penjualan intrumen derivatif dan kewajiban kontinjensi
4.
Risiko Operasional
Definisi:
Risiko
operasional adalah risiko yang disebabkan oleh ketidakcukupan atau tidak
berfungsinya proses internal,
kesalahan manusia dan kejadian eksternal yang memengaruhi operasional bank. Contoh:
risiko yg terjadi akibat kurang memadainya sistem & prosedur, IT,
kompetensi SDM, yang
berpotensi terjadinya kesalahan dalam melaksanakan operasional bank.
Risiko operasional berkaitan atau
memiliki ketersinggungan dengan risiko lainnya seperti risiko
hukum, risiko kepatuhan dan risiko reputasi. Kelemahan pada People, Process,
System, dan External Event yang kemudian menimbulkan kejadian hukum,
pelanggaran kepatuhan, dan permasalahan reputasi akan dinilai pada risiko
hukum, risiko kepatuhan, dan risiko reputasi.
5.
Risiko Hukum
Definisi
o PBI
No. 5/8/PBI/2003 Tentang PMR Bagi Bank Umum mendefinisikan risiko hukum sebagai
risiko yang disebabkan oleh kelemahan aspek yuridis yang antara lain timbul
karena adanya tuntutan hukum, ketiadaan peraturan perundang-undangan yang mendukung
atau kelemahan perikatan seperti tidak dipenuhinya syarat sahnya suatu kontrak
dan perikatan agunan yang tidak sempurna. Contoh: risiko yang terjadi karena
kelemahan dalam kontrak atau perikatan, sehingga menimbulkan kerugian finansial
maupun kasus hukum
Risiko hukum
bersumber dari beberapa kelemahan, antara lain:
o Kelemahan
Aspek Yuridis
Kelemahan aspek yuridis
terjadi kerena lemahnya perikatan/perjanjian yang dibuat oleh Bank sehingga
mengakibatkan Bank mudah untuk digugat dimuka hukum oleh nasabah/counterpart.
Penyebabnya antara lain: (1). Pelanggaran
terhadap hukum atau peraturan, (2). Ketidakcukupan
dokumen pendukung; dan/atau (3). Ketidakcukupan
dalam mengidentifikasi hak dan kewajiban antara bank dengan pihak lain.
o Ketiadaan
Peraturan Perundang-undangan
Suatu produk/transaksi
Bank yang dilakukan tetapi belum ada aturan hukum yang secara jelas mengatur
mengenai produk/transaksi tersebu. Hal ini seringkali menjadi permasalahan di
kemudian hari, terutama apabila muncul peraturan perundang-undangan yang
kemudian melarang produk/transaksi tersebut ataupun interprestasi dari Hakim
yang berbeda karena produk/transaksi yang sangat kompleks.
o Litigasi
Litigasi atau penyelesaian
sengketa merupakan suatu proses dalam upaya menyelesaikan permasalahan antara dua
belah pihak yang memiliki hubungan hukum melalui suatu badan peradilan ataupun
badan alternatif penyelesaian sengketa sehingga aspek hukum dari hubungan hukum
tersebut dapat ditegakkan.
6.
Risiko Reputasi
Definisi:
o Risiko
Reputasi adalah risiko yang antara lain disebabkan adanya publikasi negatif
yang terkait dengan kegiatan usaha Bank atau persepsi negatif terhadap Bank
(Batunanggar, 2013).
o Definisi:
risiko akibat menurunnya tingkat kepercayaan stakeholders antara lain akibat
pemberitaan surat kabar atau media lainnya. Contoh: risiko yang terjadi akibat
terjadinya kasus hukum, adanya berita negatif tentang bank di media cetak atau
media lainnya yang menyebabkan menurunnya reputasi bank
- Risiko strategik
Defenisi:
Risiko
yang timbul akibat ketidaktepatan bank dalam hal:
o
Mengambil
keputusan dan/atau
o
Melaksanakan
suatu keputusan strategik
o
Kegagalan
bank dalam mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis atau kurang responsifnya pengurus bank atas
perubahan lingkungan bisnis, ekonomi atau perubahan teknologi.
Risiko strategik sangat krusial karena selain dipengaruhi oleh risiko
lainnya juga dapat memengaruhi timbulnya risiko yang lain. Hal ini berarti ada
keterkaiatan antara risiko strategik dengan risiko-risiko lainnya.
o Ketidaktepatan Bank dalam
menetapkan strategi bisnis secara umum dan/atau strategi portofolio secara
spesifik dapat berdampak negatif pada risiko lainnya. Misalnya, Bank menerapkan
strategi pertumbuhan kredit dengan mengandalkan DPK dari pasar uang dengan
bunga lebih tinggi dan jangka waktu yang lebih pendek sehingga menimbulkan
risiko likuiditas akibat maturity
mismatch.
o Risiko stratejik juga
dapat dipengaruhi oleh risiko lainnya. Misalnya, Bank melakukan ekspansi bisnis
melalui pembukaan jaringan kantor namun akibat terjadinya krisis yang menyebabkan
terganggunya likuiditas bank sehingga terpaksa menghentikan ekspansi jaringan
kantor dimaksud.
Risiko
strategik bersumber dari beberapa kelemahan antara lain:
A. Kelemahan dalam Formulasi Strategi
a.
Dewan Direksi kurang memiliki kompetensi dan pengalaman yang diperlukan
untuk :
1. Memahami
kondisi bisnis dan aktivitas operasional utama dari bank;
2. Menganalisa SWOT
termasuk dampak perubahan lingkungan terhadap keberhasilan strategi serta
melakukan prompt corrective action (apabila diperlukan);
3. Risiko
yg timbul dari setiap keputusan strategis yg diambil, mis keputusan ekspansi
usaha.
b. Sistem Informasi
Manajemen (SIM) Kurang Memadai.
MIS
kurang sejalan dengan perkembangan bisnis bank sehingga tidak mampu
mendukung efektivitas pengambilan keputusan strategi bank melalui penyediaan
data/informasi yg akurat, lengkap, kini dan berkelanjutan.
c. Hasil analisa lingkungan
(internal dan eksternal) kurang memadai, sehingga tidak tepat dalam merumuskan
sasaran strategis;
d. Penetapan
Sasaran Strategis yang terlalu agresif.
B.
Ketidaktepatan dalam Implementasi
Strategi
a.
Kelemahan proses Komunikasi Strategi
Bank tidak/kurang mengkomunikasikan secara
jelas sasaran strategis serta peran dan tanggung jawab dari seluruh
pejabat/pegawai di unit bisnis atau pendukung dalam implementasi strategi,
sehingga gagal meraih komitmen, sinergi dan keselarasan dalam mencapai sasaran
stratejik yang telah ditetapkan.
b. Ketidakcukupan
Sumber Daya
c. Kelemahan
pemantauan dan pengendalian atas implementasi strategi
C.
Kegagalan Mengantisipasi Perubahan Lingkungan
Bisnis
Kegagalan
dalam mengantisipasi perubahan bisnis menyebabkan terlambat atau tidak dapat manajemen
bank menyesuaikan strategi dan/atau merevisi rencana bisnis.
8.
Risiko Kepatuhan
Definisi
o Risiko
kepatuhan adalah risiko yang timbul akibat bank tidak mematuhi dan/atau tidak
melaksanakan peraturan perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku.
o Definisi:
risiko yang terjadi akibat bank tidak memenuhi ketentuan/peraturan yang berlaku
o Contoh:
risiko yang timbul akibat terjadinya pelanggaran terhadap ketentuan BI atau
OJK. Misalnya pelanggaran ketentuan GWM, BMPK yang menyebabkan bank terkena
sanksi oleh BI
Risiko
kepatuhan dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
o Perilaku
Hukum
ü
Sengaja: sama dengan dikehendaki dan diketahui
ü Kelalaian:
hal ini terletak antara sengaja dan kebetulan.
ü Dapat
dipertanggungjawabkan: setiap kesalahan ataupun ketidakpatuhan terhadap
peraturan baik yang disengaja ataupun kelalaian tentunya dapat
dipertanggungjawabkan oleh bank
o Perilaku
Keorganisasian
ü Faktor
Profil Bisnis: Profil bisnis pada umumnya berupa struktur, skala, dan
kompleksitas kegiatan usaha bank semakin kompleks dan banyak aktivitas dan
produk yang ditawarkan bank maka semakin banyak pula aturan yang harus dipatuhi
sehingga risiko kepatuhan menjadi lebih tinggi.
ü Faktor
Ekonomi: Dalam proses mencari keuntungan tersebut dikenal konsep high risk high return, sehingga terdapat
dua sikap yang sangat menentukan yakni risk
taker atau risk avoider. Bagi
seorang risk taker melanggar
peraturan dapat dilakukan dalam rangka memperoleh keuntungan
ü Faktor
Psikologis: Dalam mengevaluasi faktor psikologis maka dapat dilihat penyebab
utama dan penyebab sekunder yang menyebabkan ketidakpatuhan
ü
Faktor Sosiologis:
Ø
Perspektif instrumental yang mengasumsikan
organisasi atau bank didorong oleh kepentingan pribadi dan tanggapan terhadap
perubahan-perubahan tangible dan insentif.
Ø Penalti
yang berhubungan dengan perilaku dan perspektif normatif yakni apa yang
dianggap lingkungan sebagai nilai dan berlawanan dengan kepentingan pribadi
mereka
Gambar 8.1. Risiko-Risiko Yang Dihadapi Bank
Tidak ada komentar:
Posting Komentar